Rabu, 06 Juni 2018

MULTIPLE PERSONALITY PT.1

┏━━━━━━━━━━━━━━━┓
◉     Multiple Personality     ◉
┗━━━━━━━━━━━━━━━┛

[WARNING!!! Mengandung unsur kekerasan, pertengkaran, penyiksaan diri, pembunuhan, hal berbau horror, dsb. Dimohon yang di bawah umur atau yang tidak kuat dengan gore thing/kekerasan silakan dilewati saja dan jangan di baca. DILARANG KERAS COPAS TANPA IJIN PEMBUAT ATAU MEMBAGIKAN POS TANPA CANTUMIN DN DAN HASHTAG #plotcoco, Terima Kasih!]

      Aku melirik siaran berita di televisi yang menyala di ruang tamu milikku. Tentang tabrakan mobil dan juga beberapa kendaran lainnya di satu tempat membuatku terpaku sebentar. Lagi-lagi aku merasakan perasaan aneh yang tidak nyaman sama sekali.

      "Oh! Hey! Hampir saja aku menabrakmu, kenapa kau terdiam berdiri disini? Ayo kita berangkat menuju stasiun," ujar Danny yang hampir menabrakku.

      Kami baru saja menerima telepon dari klien baru kami. Kalau tidak salah namanya Julia Stern kasus nya ingin bunuh diri karena baru saja kekasihnya meninggal jadi ini sudah biasa. Yang menelepon kami adalah saudara perempuannya Billa Stern. Aku pun bergegas menyiapkan barang-barangku di dalam tas ransel. Setelah siap kami berangkat menuju stasiun tujuan kami.

      Sesampainya di stasiun aku melihat sekelilingku. Meneliti juga memperhatikan sedetail apapun hal di sekelilingku. Seseorang yang lewat menggunakan kaos bertuliskan "You Will Die Today", juga papan iklan "Deadly 7 Inside me", dan beberapa kata-kata lainnya yang membuatku sedikit khawatir. Saat pintu kereta terbuka aku, Danny, dan Cilla memasuki kereta dengan nomor 404 tersebut. Aku memilih untuk berdiri sementara Cilla dan Danny duduk di sebelah pintu masuk. Aku memperhatikan sekitarku, saat itu kulihat televisi di atas kereta itu lagi-lagi menyiarkan berita tabrakan yang kulihat di televisi rumahku sebelumnya. Suasana ini mulai benar-benar membuat ku takut. Kereta mulai berjalan perlahan pintu pun tertutup. Aku melihat bayangan ku di kaca. Bayangan apa ini? Lagi dan lagi aku melihat entah aku membayangkan atau apa aku melihat leherku tertancap sesuatu wajahku buram abstrak seperti habis tergesek batuan dan aspal.

      "Sebentar lagi pemberhentian terakhir, setelah itu kita langsung terus menuju stasiun 404. Persiapkan diri kalian untuk klien kali ini," jelas Danny sedangkan Cilla terdiam. Aku tau kemungkinan Cilla melihat banyak hantu di sekitar sini.

      'There is someone... Walking behind you... Turn around look at me...' mendengar lagu yang berasal dari soundtrack Final Destination 3 itu membuat ku merinding sekaligus ngeri. Karna semua yang kupikirkan, kubayangkan, sama seperti tokoh Wendy Christensen.

      'There is someone... Watching your foot steps... Turn around look at me...' kereta mulai berhenti dan pintu terbuka. Langsung saja aku berlari keluar kereta tidak mempedulikan apapun lagi. Aku sudah takut. Sangat takut. Ketika aku membalikan tubuhku dan melihat pintu kereta tertutup sebelum Danny dan Cilla keluar aku langsung berbalik dan menggedor-gedor pintunya.

      "Tunggu! Kumohon! Buka pintunya, pleasee...!! Danny! Cilla! Keluarlahh!" teriakku. Dan kemudian pintu kereta itu ternyata masih bisa terbuka. Beberapa orang keluar dari kereta termasuk Danny dan Cilla. Senang rasanya melihat mereka kupeluk mereka erat.

      "Ada apa Coco?" tanya Cilla khawatir. "Kau kelihatan aneh sejak kita berangkat,".

      "Ada penglihatan baru?" tanya Danny.

      Aku hanya mengangguk lemah mengiyakan pertanyaan Danny.

      "Nanti saja ceritanya, ayo kita naik kendaraan umum saja!" ujar Danny lagi sambil melihat jam tangannya. Kami pun terburu-buru keluar stasiun menuju tempat tujuan kami bersama.

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

      Sesampainya di tempat tujuan kami langsung menemuni Billa Stern yang merupakan saudara perempuan Julia Stern klien kami. Julia Stern memang kasusnya hanyalah hal biasa tentang cinta tapi tetap saja selama kami bisa membantu kami harus membantu.

     Setelah diberi ijin oleh Billa, kubuka pintu kamar Juu perlahan mengintip suasana di dalam. Saat kurasa aman aku pun membuka pintunya lebar dan tersenyum menatap Juu.

      "Hello juu, aku-" ucapanku terhenti ketika sebuah gunting tertancap tepat di bola mata kiriku.

      Aku mengurungkan niatku membuka pintu saat sepintas bayangan itu memasuki pikiranku. Mataku baik-baik saja sebelum aku membuka pintu ini. Tapi aku harus menghadapi Juu, dia adalah klienku. Kugenggam erat pegangan pintu kamar Juu dan ku dorong terbuka lebar kemudian menutupnya kembali dengan cepat secepat suara benturan gunting dibalik pintu yang baru saja kututup.

      "AKU TIDAK MEMBUTUHKAN KALIAN!! PERGIIII!!" teriak Juu dari dalam kamarnya. Mendengar teriakan Juu, Danny langsung mendorongku pelan membiarkan dirinya berjalan lebih dulu.

      Ketika Danny membuka pintu dirinya langsung diterjang Juu dengan membawa pisau di tangan kanannya. Hampir saja Danny tertusuk kalau ia tidak siap-siap sebelumnya. Kulirik Cilla menatap ke sekeliling ruangan sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

      "Aarggh!" teriak Cilla menggema di seluruh ruangan kamar Juu. Sudah kuduga, aku tau kisah Juu bukanlah percintaan biasa.

      Danny berhasil mengikat kedua tangan Juu kebelakang. Ia mengambil pisau milik Juu yang hampir saja merengut nyawanya. Cilla masih ketakutan menutup kedua telinganya sambil memejamkan matanya erat. Kuhampiri Cilla dan memeluk tubuhnya yang menggigil perlahan.

      "Apa yang kau lihat?" tanyaku pada Cilla.

      "Percuma saja kau menolong Juu, kekasihnya bukan manusia yang sudah meninggal saja. Tapi..." ucapan Cilla terhenti karena ia memerhatikan sudut ruangan. "Saat melihatnya saja aku sudah tau, kalau dia lah yang membunuh kekasihnya sendiri!"

      Aku sangat terkejut mendengarnya, ini bukan kasus biasa karena patah hati.

      Cilla terengah sambil meremas tanganku sementara Danny masih mengurus Juu yang mengamuk.

      "Juu berkepribadian ganda... Dia perempuan yang suka menyiksa dan meminum darah kekasihnya. Di lain sisi dia perempuan yang lemah, juga introvert," Cilla menjelaskan sambil berkonsentrasi mendengarkan sosok makhluk yang mungkin kini berada di sebelahnya.

      Kualihkan pandanganku kepada Juu. Aku menghampirinya, menangkup kedua pipinya dengan satu tangan agar ia menatap tepat pada mataku.

      "Siapa kau sebenarnya?" tanyaku sambil menatapnya tajam.

      "Jane! Aku bukan Julia! Aku JANEEE!!! LEPASKAN AKU!"

      "Janee... Okay Jane, apa tujuanmu disini? Kenapa kau menjadi salah satu dalam diri Julia?"

      "Karena AKU INGIN!! Aku bahagia sekali saat membunuhnya HAHAHA! YAAMPUN KAU HARUS MELIHAT DIA MEMOHON SAMBIL MEMOTONG KAKI KANANNYA SENDIRI!!"

      Kepalaku mulai pusing mendengarnya, aku benci hal-hal kekerasan. Dan sekarang aku di hadapkan pada seseorang yang merasa bangga saat dirinya berhasil menyiksa kekasihnya sendiri. Yang lebih menyeramkannya lagi salah satu sisi dirinya membenci dirinya sendiri, menyalahkan dirinya atas kematian kekasihnya.

      "Padahal aku sangat ingin dia tidak memohon agar aku bisa menyiksanya lebih puas lagi dengan menggunting lidahnya perlahan dengan gunting gerigi hahaha..." lanjutnya sambil cekikikan memperhatikan wajahku.

      BUKK!! Cilla memukul kepala Juu dengan koper kecil miliknya. Aku bingung menatap Cilla yang melakukan aksinya tiba-tiba.

      "AKAN KUBUAT KAU MERASAKAN HAL YANG SAMA PADAKU, B*TCH!" mendengar suara laki-laki keluar dari mulut Cilla membuatku dan Danny terburu-buru mengunci tangannya. Tapi tidak berhasil tangan Danny di tepisnya. Sedangkan aku terlempar keatas ranjang Juu. Melihat lampu pajangan diatas ku terjatuh kearah ku aku berdiri secepat mungkin. Hampir saja wajahku tertusuk besi-besi lampu.

      Cilla mengangkat tubuh Juu keatas setinggi mungkin di pinggir dekat jendela. Hendak melempar Juu keluar jendela dari lantai 3.

      "Jangannnn!! Cilla!!" teriakku.

      Untung saja Danny langsung membius Cilla dari belakang. Sehingga ia terbius dan menjatuhkan Juu di samping jendela.

      Belum sempat mengatur nafas, Juu sudah terbangun berlari ketakutan ke pojok ruangan.

      "Jangan mendekat! Siapa kalian? Aku hanya ingin sendiri kumohon! Kumohon jangan ikut campur..." ujar Juu sangat ketakutan.

      Aku berjalan perlahan menghampirinya sambil membujuknya dengan suara yang lembut, "Tenanglah... Kami benar-benar hanya ingin membantumu... Okay? Kami tidak akan menyakitimu sedikit pun,".

      Tiba-tiba ia mengacungkan sebuah pisau lipat dari belakangnya, rupanya ikatannya telah terlepas.

      "Please, percayalah... Kami tidak akan menyakitimu ataupun Jane. Kami hanya ingin membuatmu menjadi Julia, menjadi normal. Kami akan menolongmu. Please..." lanjutku kali ini dengan tatapan memohon.

      Genggaman erat pada pisau lipatnya pun mengendur. Baru saja ia menurunkan pisaunya tapi ia mengarahkan pisau itu ke leherku setelahnya.

      "Berjanjilah! Kalau kau menyakitiku sedikit saja! Akan ku biarkan Jane membunuhmu!" ancamnya.

      "Okay, okay... Pertama aku harap kau tidak keberatan menceritakan awal Jane muncul," jawabku pelan takut pisaunya menggores leherku.

      Ia menurunkan pisaunya dan mulai menjelaskan, "Awalnya aku tidak sadar, aku tidak tau pasti kapan Jane muncul. Dulu aku sering di bully dan di siksa teman-teman sekolahku yang laki-laki. Tidak ada satupun laki-laki yang baik padaku. Kalaupun ada mereka hanya memanfaatkanku,".

      "Itu membuatku jadi benci laki-laki sampai aku bertemu dengan Chen. Tapi saat itu kami bertengkar hebat sampai Jane kembali muncul entah kapan. Aku baru sadar ketika Chen sudah meninggal. Tapi aku terlalu takut. Jadi ku sembunyikan semua bukti. Aku ingin sekali minta maaf padanya. Ia pasti menderita sekali," Juu lanjut menjelaskan sambil mulai menangis. Pisau lipat ia letakkan di ranjangnya.

Senin, 21 Mei 2018

Sixth Sense Fanfiction oleh ChocoSnow


┏━━━━━━━━┓
◉    PROLOG   ◉
┗━━━━━━━━┛

[WARNING!!! Mengandung unsur kekerasan, pertengkaran, penyiksaan diri, pembunuhan, hal berbau horror, dsb. Dimohon yang di bawah umur atau yang tidak kuat dengan gore thing/kekerasan silakan dilewati saja dan jangan di baca. DILARANG KERAS COPAS TANPA IJIN PEMBUAT ATAU MEMBAGIKAN POS TANPA MENCANTUMKAN NAMA PENGARANG (ChocoSnow), Terima Kasih!]

      Coco memperhatikan kipas angin yang berputar-putar dihadapannya. Membayangkan bagaimana jika kepalanya memasuki putaran itu dan tercabik-cabik menjadi serpihan daging kecil. Ia tidak sengaja membayangkannya, bayangan itu begitu saja memasuki kepalanya.

      Coco Leygreene Kimberly hanyalah seorang perempuan yang tinggal di rumah sederhana bersama kedua adiknya, Cilla dan Danny Kimberly. Tapi dia bukanlah perempuan sederhana. Begitu juga salah satu adiknya yang bernama Cilla. Mereka dikaruniai keahlian yang tidak biasa dimiliki orang-orang di dunia ini yang biasa di sebut indra keenam. Sedangkan Danny satu-satunya yang normal tetapi memiliki kepintaran dalam hal teknologi dan mencari informasi.

      "Coco!" panggil Danny dari luar kamar Coco yang pintunya terbuka namun Coco tidak menggubrisnya. Ia masih terus terpaku pada kipas angin yang berputar seakan semakin cepat.

      "Coco, kita harus berangkat sekarang! Klien kita sudah menunggu!" ujar Danny lagi kali ini lebih keras sambil melirik-lirik pintu kamar Coco yang sedikit terbuka.

      "Gosh, haruskah aku kedalam?" Danny mulai berjalan memasuki kamar Coco dan membuka pintunya lebih lebar. "Kita hampir terlambat Miss Kimberly, sampai kapan kau mau memperhatikan kipas ini?"

      Danny berjalan mematikan kipas dihadapan Coco membuat Coco tersadar.

      "Oh kau, harusnya kau ketuk dulu pintunya Danny," Coco mulai beranjak mengambil peralatannya.

      Mereka pun berjalan keluar rumah memasuki mobilnya. Cilla sudah menunggu di kursi menyetir, Danny memasuki kursi belakang dan Coco terduduk di sebelah Cilla. Mobil siap berangkat menuju suatu tempat di Washington ini.

      Setelah sampai di suatu lingkungan yang sepi dan terbengkalai. Coco dan Cilla keluar mobil, sedangkan Danny masih duduk di pinggiran sambil membiarkan pintu mobil terbuka. Ia masih sibuk mengecek letak klien pertama mereka di laptopnya pada hari itu.

      Coco mengecek jam di tangannya, memperhatikan sekelilingnya dimana banyak sampah logam-logam bekas, dan mobil yang masih belum di hancurkan di mesin penghancur. Cilla sibuk mencari kipas angin kecilnya yang menggunakan baterai. Setelah ketemu ia menyalakannya. Memang saat itu sinar matahari benar-benar terasa membakar kulit. Cilla terus mengipas di sebelah Coco membiarkan angin menghembus di lehernya.

      "Ouch, hey! Cilla.. Kipasmu!" ujar Coco kesakitan saat beberapa helai rambutnya tersangkut di kipas angin kecil milik Cilla.

      "Oh i'm sorry Coco! Ah sebentar biar kulepaskan pelan-pelan! Jangan banyak gerak!" Cilla mulai melepaskan rambut Coco perlahan.

      Setelah terlepas Coco melihat beberapa helai rambut di tangannya yang berasal dari kipas angin Cilla. Rambut itu terbang tertiup angin menuju tumpukan sampah logam yang lebih banyak. Coco tersadar akan sesuatu dan kemudian berlari menuju kearah terjatuh helai rambutnya. Cilla dan Danny langsung mengikuti dibelakangnya.

━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━

      "Okay, lets start the game! Nyalakan kameramu! Cepat!" perintah seorang laki-laki yang berjongkok disamping mesin penghancur logam dalam keadaan mati.

      Seorang perempuan mulai menyalakan kameranya atas perintah laki-laki tadi.

      "Hey, kau gila benar-benar ingin melakukan percobaan bunuh diri dengan mesin itu?" tanya salah seorang laki-laki lainnya yang berdiri diatas salah satu mobil yang sudah rusak.

      "Hello guys! Kali ini kami akan live lagi percobaan bunuh diri Nakoda Takahiro yang keempat! Apakah kali ini dia akan benar-benar mati? Boo! Apakah kalian kaget?" perempuan yang memegang kamera mulai menyiarkan apa yang mereka lakukan saat itu.

      "Dia gila, kalau dengan mesin penghancur pasti kau benar-benar mati bro!" ujar seorang laki-laki yang terduduk diatas bagasi mobil.

      "Diam saja kau Abim! Kali ini aku akan mati baguslah, berarti aku berhasil..." jawab laki-laki yang bernama Nako.

      Greekk! Suara mesin yang menyala mulai terdengar menghancurkan beberapa logam yang jatuh ke dalamnya.

      "Nah!! Sudah mulai! Jangan beranjak dari kursi mu guys! Kita akan melihat darah Nako bercampur dengan logam-logam tua yang karatan hahaha!" ujar si pembawa acara yang memegang kamera.

      "Benar kata Bia guys! Nako akan melompat sekarang," Nako mulai berdiri disisi mesin penghancur ingin mulai melompat kedalamnya. Saat mulai akan melompat tiba-tiba seorang perempuan menariknya dari belakang.

      "Kau gila yah!? Kau ingin membuang sisa hidupmu didepan banyak orang!? Dasar bodoh!" ujar perempuan tersebut yang ternyata adalah Coco Kimberly.

      "Hah? Apa urusanmu?" tanya Nako sambil melihat dengan tatapan jijik kearah Coco. "Kau panggilan Mom lagi? Wah teman-teman lagi-lagi aksiku di gagalkan dengan Mom!"

      Nako tertawa menghina pada Coco, Cilla, dan Danny yang berdiri disana. Cilla tetap serius memperhatikan sosok yang sedari tadi berdiri di samping mesin penghancur. Sosok dengan tubuh hitam tinggi dan besar yang menurutnya berbahaya. Yeah, Cilla memiliki keahlian melihat makhluk halus disekitarnya. Lebih tepatnya melihat, mendengar, dan berkomunikasi.

      Nako mendekati Coco, membuat mereka semakin dekat dengan mesin penghancurnya. Wajah mereka yang dekat membuat Coco risih, tetapi ia juga tidak bisa mundur lagi atau dia akan jatuh.

      Tiba-tiba saja sosok hitam besar itu terlihat menyenggol punggung Nako dalam penglihatan Cilla. Cilla yang terkejut langsung saja berlari menghampiri.

      "Awas!!!" teriak Cilla ketakutan sambil meremas kedua tangannya.

      Coco terjatuh rambutnya masuk ke mesin penghancur itu. Nako berada diatasnya sambil memeluk punggung Coco dan sebelah tangannya berpegangan pada pagar besi di kanan mesin.

      "Argghh! Rambutku! Rambutku tersangkut!" teriak Coco dengan wajah ketakutan, matanya terpenjam erat. Nako yang menatapnya juga ketakutan berusaha menarik Coco dengan bertumpu pada tangan kanannya yang berpegangan.

      "Jangan nyalakan mesinnya!!" teriak Danny berusaha berteriak-teriak kepada orang yang menggerakkan dari dalam pos kecil. "Sir!! Jangan nyalakan mesinnya kumohon!!"

      "Potong saja! Potong saja rambutku cepat!" ujar Coco yang kembali histeris saat mesin kembali menyala.

      "Ambil gunting di tas ku Abim, cepat!" bantu Nako masih terus menarik Coco kearahnya.

      Abim langsung berlari ke pinggir mesin dan menggunting rambut Coco tersebut dengan asal. Untung saja Coco langsung ditarik Nako dengan cepat sebelum mereka berdua kembali tersangkut di mesin penghancur logam tersebut.

      Nako tertawa kecil setelah merasa mulai lega. Ia menatap Coco, "Kau terlalu ikut campur, ini pertama kalinya aku takut,".



❣ #cocosstory ❣